( www.amki.org)
Makalah ini ditulis oleh Ir. Hermawan K. Dipojono, MSEE, PhD yang disampaikan pada Kongres Nasional Masjid Kampus Indonesia
1. Pendahuluan
Sebagai terminal akhir dari jenjang sistem pendidikan nasional maka perguruan tinggi berperan besar dalam mempersiapkan tenaga profesional yang pada akhirnya akan turut serta dalam menentukan masa depan bangsa. Kegagalan sistem pendidikan tinggi dalam menghasilkan outcomes yang diinginkan, yaitu sosok manusia yang tidak saja mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan pada bidang profesinya namun juga dengan integritas moral serta akhlaq mulia, dapat dipastikan akan berimplikasi pada runtuhnya harapan masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini. Oleh karena itu seharusnyalah jika keberhasilan sistem pendidikan tinggi nasional menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Terlalu penting dan berat risikonya jika masalah ini hanya dibebankan dipundak pengelola formal pendidikan tinggi.
Memang banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem pendidikan dalam menghasilkan sosok manusia insan kamil seperti yang diharapkan oleh bangsa ini. Mulai sistem pendidikan ditingkat lebih rendah, sarana prasarana, sumber daya manusia, pemerintah, masyarakat pengguna dan tidak dapat disebut satu persatu karena untuk kasus Indonesia memang amat banyak faktor-faktor itu. Dengan melihat kenyataan sehari-hari yang ada disekitar kita maka sulit untuk dikatakan bahwa harapan telah lahirnya insan-insan kamil dalam jumlah yang mencukupi sebagai salah satu faktor pengerak menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat telah terpenuhi. Sulit untuk tidak berasumsi bahwa mereka yang terlibat dalam korupsi dan kolusi pada umumnya adalah alumni lembaga pendidikan ringgi, baik dalam posisinya sebagai birokrat atau wiraswastawan. Artinya, ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian lebih serius dalam proses pendidikan dijenjang pendidikan lebih tinggi yaitu mengenai pembentukan karakter, integritas, dan atau akhlak.
Walaupun telah cukup sering disampaikan dalam berbagai forum bahwa inti krisis bangsa ini adalah pada tataran moral, norma, atau akhlak namun dalam pendidikan tinggi justru sks yang pertama kali dikorbankan adalah untuk mata kuliah agama. Sudah barang tentu kenyataan ini tidak perlu diratapi tetapi justru harus dipandang sebagai tantangan untuk dicarikan jalan keluarnya. Sedikitnya jumlah sks untuk pendidikan akhlak atau moral harus diupayakan diimbangi dengan kegiatan-kegiatan penunjang, intra-kulikuler, yang mampu menutupi kekurangan dari pendidikan formal dalam aspek ini. Mengingat pada saat ini hampir setiap kampus besar mempunyai masjid, yang untuk selanjutnya disebut sebagai masjid kampus, maka salah satu alternatif untuk tujuan hal itu adalah dengan menjadikan masjid kampus sebagai salah satu pusat unggulan pembinaan akhlak.
Masjid kampus mempunyai potensi yang tidak kecil untuk dapat mempunyai peran yang cukup berarti dalam turut serta mempersiapkan karakter para alumni perguruan tinggi terkait. Khutbah jum’at, misalnya, berpotensi untuk bertindak sebagai sebuah forum studium generale yang bermuatan pesan-pesan mengenai akhlak mulia dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Disamping peran lokal, seperti khutbah jum’at tersebut, namun dalam jangka panjang akan mempunyai implikasi nasional, masjid kampus juga berpotensi mempunyai peran dengan implikasi nasional terhadap kasus-kasus kekinian. Sudah barang tentu potesi-potensi, disamping banyak lagi yang lainnya, perlu ditindaklanjuti agar ia berdaya guna seperti yang diharapkan.
Kongres nasional masjid kampus ini diharapkan dapat menjadi forum dimana terjadi pertukaran ide maupun praktek-praktek yang baik (base practices) dalam pengelolaan masjid kampus sehingga potensi-potensinya tersebut dapat didayagunakan secara maksimal. Teknologi komunikasi dan komputer telah memungkinkan pendayagunaan potensi masjid kampus diseluruh Indonesia secara lebih baik saat ini. Sinergi potensi masjid kampus di seluruh indonesia seharusnyalah dapat turut serta memberikan sumbangan bagi terbentuknya indonesia yang lebih baik di masa depan. Tulisan singkat ini ingin mengusulkan beberapa pemikiran mengenai peran-peran apa yang perlu mendapat perhatian serius sehingga potensi-potensi itu memberikan dampak optimal bagi masa depan bangsa.
2. Kecenderungan Menuju Masa Depan
Walaupun manusia tidak dapat mengetahui keadaan masa depan secara rinci dengan tingkat kepastian yang tinggi namun mereka dapat menduga, secara umum atau garis besar, dengan cukup akurat berbagai kecenderungan menuju masa depan. Salah satu dari kecenderungan yanga kan mempengaruhi masa depan adalah penguasaan pengetahuan (knowledge). Bahwa dugaan masyarakat masa depan adalah masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society) nampaknya sulit untuk dibantah. Tiba-tiba saja peradaban manusia berhadapan dengan kenyataan berlimpahruah-nya pengetahuan. Bahkan lebih dari itu, pengetahuan itu menjadi sedemikian terbuka, praktis gratis, sehingga ada yang menyebutnya sebagai the age of abundance knowledge. Betapapun tidak siapnya Indonesia menghadapi kenyataan yang datang seperti yang tiba-tiba ini, hal itu tetap merupakan rakhmat yang luar biasa dari Allah SWT. Masa depan Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya memanfaatkan peluang berlimpah ruahnya pengetahuan tersebut.
Masyarakat akademis di kampus sudah barang tentu akan merupakan salah satu lembaga yang berada digaris terdepan dalam memanfaatkan kelimpahan pengetahuan itu. Keberhasilan atau kegagalan dalam memanfaatkan peluang itu akan berakibat langsung pada keberhasilan atau kegagalan bangsa Indonesia menggapai kesejahteraan secara bermartabat diantara bangsa-bangsa lainnya didunia masa depan yang dekat. Jika dilihat pada realitas yang ada, baik dari aspek sumber daya manusia maupun aspek-aspek pendukung lainya, maka sungguh diperlukan suatu usaha raksasa untuk dapat memanfaatkan peluang itu. Usaha tersebut diperlukan bukan saja karena lemahnya sumber daya manusia serta terbatasnya sarana dan prasarana untuk maksud tersebut namun juga karena pada saat yang sama bangsa-bangsa maju terus bergerak memanfaatkan setiap peluang yang ada.
Disamping hal tersebut diatas masa depan dunia juga akan dibentuk oleh outcomes dari timbulnya ledakan rasa ingin tahu terhadap islam dikalangan bangsa-bangsa barat di Eropa dan khususnya di Amerika Serikat. Peristiwa 9 September telah menghasilkan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya; seluruh tatanan dunia telah berubah dengan amat mendadak termasuk didalam perubahan itu adalah juga perubahan pandangan terhadap Islam, yang semua acuh tak acuh, tidak tahu atau tidak mau tahu, tiba-tiba muncul rasa keingintahuan yang amat besar atau dipaksa untuk tahu. Islam dengan amat dahsyat terekspos melalui berbagai media. Ledakan ekspos ini dapat dipastikan akan turut serta mempengaruhi bentuk masa depan dunia. Intensitasnya terlihat dari waktu ke waktu semakin meningkat saja dan seolah tidak terbendung lagi. Pada saat ini sulit diramalkan bentuk outcomes dari proses ini namun dipastikan bahwa hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satu hal yang akan berperan dalam mempengaruhi outcomes itu adalah bentuk respon dari masyarakat muslim itu sendiri. Sebagai negara dengan masyoritas penduduknya beragama Islam sudah barang tentu bangsa indonesia mempunyai peluang untuk turut mempengaruhi bentuk outcomes itu.
Masa depan juga akan dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Eropa dan Amerika Utara yang dinamika pertumbuhannya sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk terus memproduksi dan memanfaatkan new knowledge. Kemampuan itu dalam porsi yang cukup besar ternyata berasal dari sumbangan tenaga ahli ‘asing’ yang nota bennya berasal dari negara-negara berkembang (baca: muslim). Sudah menjadi rahasia umum bahwa generasi muda dari negara-negara Eropa dan Amerika Utara tidak tertarik lagi untuk mengikuti pendidikan lanjut dibidang sains, rekayasa, dan teknologi. Padahal dominasi mereka sangat tergantung pada dukungan penguasaan knowledge tersebut. Dengan berbagai cara diusahakan agar brain drain dapat terus berlangsung, tetapi hal ini tentunya tidak dapat dilakukan tanpa henti. Bagi dunia ketiga (baca: muslim) ini tentunya sebuah kesempatan untuk dapat menimba pengetahuan seluas-luasnya. Suatu saat diperkirakan akan terjadi keseimbangan baru yang lebih adil (fair) antar bagian didunia ini. Namun ini semuanya tentunya apabila dipenuhi sejumlah sarat-sarat yang diantaranya adalah kesiapan negara-negara dunia ketiga itu sendiri unutk memanfaatkan peluang secara arif dan bijaksana ini.
3. Masjid Kampus
Masjid merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam; dimana ada umat Islam maka disitu tentunya ada masjid. Sejarah masjid di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah umat Islam di Indonesia. Dengan demikian, di Indonesia, merupakan suatu lembaga yang cukup tua, lebih tua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, setua sejarah umat Islam di Indonesia itu sendiri. Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa masjid di Indonesia merupakan suatu lembaga yang mempunyai akar sejarah yang panjang sehingga keberadaan dan bahkan perannya ditengah-tengah masyarakat telah amat mapan. Peran yang telah mapan itu diantaranya adalah peran yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan ritual khususnya sholah dan khutbah Jum’at. Melihat jumlah masjid yang ada di Indonesia saat ini yang mencapai puluhan ribu maka khutbah jum’at juga berperan sebagai suatu studium generale raksasa yang bersifat rutin, mingguan, dan wajib. Semestinya, betapapun kecilnya, pesan-pesan itu dapat mempengaruhi bentuk atau format tatanan masyarakat. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa masjid mempunyai peran baik langsung maupun tidak pada pembentukan budaya bangsa, yang tidak terlepas dari pandangan dunia warganya.
Masjid merepresentasikan suatu karakter ketundukan total (sujud) kepada Allah SWT, Sang Pencipta Semesta seisinya, sehingga ia dapat secara mudah (karena ketundukannya yang kekal itu) memberi makna hidup dan kehidupan melewati batas-batas ruang dan waktu ; semangatnya adalah tunduk, taat dan patuh. Kampus, disisi lainnya, secara garis besar merupakan perwujudan sosok rasionalitas intelektual, yang metodologinya untuk memahami realitas selalu membatasinya untuk tetap berada dalam domain yang terukur, terasses, atau singkatnya domain terbatas, kekinian ; semangatnya adalah bertanya, mempertanyakan, meragukan, menuntut bukti. Oleh karena itu bertemunya kedua nilai yang mewakili institusi-institusi ini selalu melahirkan wacana kritis yang saling mempengaruhi yang dalam hampir semua kasus, walaupun kadang memerlukan waktu yang amat lama, selalu menghasilkan outcomes yang positif bagi kemaslahatan umat.
Masjid kampus adalah masjid yang berada dilingkungan lembaga pendidikan tinggi sehingga sebagian besar jama’ahnya adalah warga lembaga pendidikan tinggi tersebut (civitas academica). Di masjid kampus inilah kedua nilai, yang secara lahir nampak amat berbeda itu, bertemu secara intens. Sudah barang tentu sebenarnya pertemuan (untuk tidak menyebut dengan perbenturan) yang amat fokus dan kuat terjadi pada individu-individu yang terlibat langsung. Disamping itu juga terjadi pula diruang kelas, laboratorium, maupun ruang seminar, bahkan mungkin juga di media massa. Namun ada perbedaan yang dapat membawa implikasi yang lebih luas jika wacana itu tumbuh dan ditumbuhkan di masjikd kampus. Pertama, wacana yang timbul akibat persentuhan kedua nilai itu terlokalisir tetapi mempunyai kemungkinan terkupas tuntas (rigorously explained) tanpa menimbulkan kontroversi publik yang beriplikasi menjadi “layu sebelum berkembang”. Kedua, pada saat wacana itu telah matang melalui kajian berulang-ulang, maka sosialisasi dapat dilakukan melalui forum khutbah jum’at, forum yangs syarat dengan nilai ritual. Ketiga, terbentuknya budaya untuk berani melakukan kajian kritis terhadap tradisi yang sudah mapan, terbentuk dalam renrtang waktu yang panjang oleh lembaga masjid itu sendiri. Diharapkan termasuk kedalam kategori ketiga ini adalah berani membongkar pandangan dunia umat Islam Indonesia yang tidak kondusif bagi pemanfaatan berlimpah ruahnya pengetahuan.
Disamping itu, dengan posisi fisiknya yang berada disekitar kampus maka dapat dipastikan bahwa jamaahnya akan sangat dinamik, senantiasa mempunyai kesempatan untuk memperbaharui semangat dan komitmennya kepada idealismenya. Masjid ini akan selalu mem[punyai jamaah anglatan muda dalam porsi cuku- besar dan realatif konstan jumlahnya, karena yang pergi akan senantiasa tergantikan. Yang pergi akan membawa nilai-nilai baru dalam generasinya, yang diperoleh melaluia masjid kampus, yang akan mewarnai perjalan hidup selanjytnya dimasyarakat. Yangh datang akan membawa semangat mudanya, yang haus akan perubahan menuju keyang lebih baik, ke yang lebih sarat muatan pengetahuan dibanding generasi sebelumnya. Juga, masjid ini seharunya lah mempunyai akswes yang baik pada informasi dan sumberdaya manusia dengan berbagai kepakaran yang relefan dengan kebutuhan untuk pembentukan, pembinaan, dan pengembangan sunmerbdaya manusia unggul masa depan.
4. Pusat Unggulan
kombinasi semangat ketundukan, ketaatan kepada Allah SWT dengan sikap kritis terhadap kemapanan yang tidak lagi relevan dengan perkembangan jaman merupakan modal yang amat berharga untuk membangun suatu pusat unggulan, suatu pusat yang senantiasa berorientasi pada kualitas. Dalam tataran teknis, kualitas selalu erat kaitannya dengan usaha mereduksi variansi dari suatu standar atau acuan. Dengan demikian standar atau acuan harus ada atau ditentukan terlebih dahulu pada saat hasrat atau keinginan unggulan dicanangkan. Tanpa standar atau acuan maka kualitas menjadi tidak relevan dan pada giliran selanjutnya tanpa kualitas maka unggulan menjadi tidak bermakna.
Masjid sebagai suatu institusi secara umum sudah barang tentu mempunyai acuan atau standar mengenai manusia paripurna atau insan kamil. Manusia dengan atribut-atribut tertentu sehingga mendapat sebutan seperti muttaqien, muhsinin, mutawakkil, mutawwibin, mutathohirin merupakan indikator dari manusia paripurna. Sebagai atribut yang diberikan langsung oleh Allah SWT maka atribut itu tidak saja dapat digunakan untuk acuan atau standar dari manusia paripurna oleh masjid secara umum, namun juga oleh masjid kampus bahkan bahkan oleh kampus itu sendiri. Dengan demikian pusat unggulan dalam kontes ini seharusnya dipahami sebagai pusat yang menawarkan program-program atau kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga memberikan outcomes dengan variansi relatif kecil dari acuan insan kamil dengan atribut-atribut diatas.
Pengertian pusat dimaksudkan bahwa ia mempunyai sejumlah masjid atau lembaga binaan (satelit) dalam jumlah yang relatif banyak yang mencoba menerangkan berbagai pemikiran yang tumbuh dan dikembangkannya.
Mesjid atau lembaga binaan lainnya terbentuk karena mesjid kampus sebagai pusat mempunyai cukup sumber daya manusia, terutama kader-kader intelektual muda yang dinamik, energik, dan juga tak kalah pentingnya untuk disebutkan juga, cerdas, yang selalu mengalir, datang dan pergi, tanpa henti. Satelit itu terus bertambah jumlahnya dan radiusnyapun, dari waktu ke waktu, dapat semakin melebar, dan bahkan mungkin melewati batas-batas negara. Ini dapat terjadi karena kader-kader itu adalah manusia-manusia unggulan, professional, mempunyai keahlian, yang mempunyai mobilitas dan mungkin juga akseptabilitas yang tinggi.
Bahwa seandainya mesjid atau lembaga binaan itu kemudian menjadi pusat unggulan baru yang bebas dari pengaruh pemikiran dan konsep pusat unggulan awal bukanlah indikator kegagalan memelihara kohesivitas melainkan justru dapat dipandang sebagai sebuah rahmat. Bahkan sudah seharusnya kemampuan melahirkan pusat unggulan baru merupakan salah satu tujuan secara sadar dirancang sejak awal. Dengan demikian diharapkan komunitas atau lebih luas lagi masyarakat yang berbasis semangat ketaatan kepada Allah SWT, kreatif dalam menawarkan alternatif baru dalam memecahkan berbagai persoalan nyata, yang berpusat pada mesjid kampus dan dapat menjadi sebuah kenyataan. Ini semua dapat dilakukan hanya jika cara pandang dunia secara mendua, pemisahan ruang agama (yang dianggap merupakan ruang privat) dengan ruang publik, dibongkar total.
Cara pandang dunia yang mendua ini dapat menjelaskan adanya dua fenomena yang sebenarnya bertentangan namun dapat terjadi secara beriringan: runtuhnya nilai-nilai sosial yang mulia (dengan indikator meluasnya korupsi dan kolusi, rendahnya kepekaan sosial) di satu sisi, dan meningkatnya jumlah haji maupun jamaah shalat Jum’at di sisi yang lain. Hal ini hanya dapat dijelaskan jika memang masalah-masalah sosial dipahami sebagai masalah publik yang sepenuhnya bebas atau independen dari persoalan privat (baca agama); atau dosa ( kesalahan) sosial (misal korupsi) dapat ditebus dengan kesalehan individual (baca naik haji). Penguasa pengetahuan yang sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat akan menjadi sia-sia atau bahkan berbahaya pada saat pandangan dunia yang mendua ini tidak dibongkar. Kasus-kasus pembobolan bank melalui internet, makin seringnya gangguan virus atau worm computer merupakan indikator berbahaya penguasaan pengetahuan tanpa kawalan norma-norma yang dipahami dari pandangan dunia yang tidak mendua. Pusat unggulan berbasis mesjid kampuslah yang paling tepat untuk tujuan membongkar pandangan dunia umat yang tidak kondusif bagi penguasaan pengetahuan yang membawa berkah.
5. Membangun Akhlak
Sudah cukup banyak dan sering dikupas diberbagai media maupun ruang seminar bahwa negara dan bangsa ini tengah mengalami krisis besar yang bahkan tidak dapat dibandingkan dengan krisis-krisis di negara lain seperti Korea maupun Muangthai, yang bisa dilokalisir sebagai krisis ekonomi semata. Semoga ini semua memang merupakan suatu kesatuan sosial sebagia bagian yang tak terpisahkan proses keruntuhan dalam rangka menuju kehidupan baru yang lebih baik. Sejarah banyak mencatat bahwa bangsa-bangsa besar lahir melalui keruntuhan total sistem sosial sebagai bagian dari sebuah proses peroses transformasi. Eropa, misalnya, harus melalui zaman gelap (Dark Ages) sebelum menemukan enlightenment. Memang benar bahwa pencerahan tidak dapat dengan sendirinya, ia memerlukan suatau kemauan sebagian syarat awal munculnya tatanan baru, namun nampaknya breakdown selalu menyertainya.
Pada akhirnya, dalam konteks Indonesia, persoalan itu berpusat pada manusianya itu sendiri. Memang benar bahwa penguasaan knowledge itu menjadi prasyarat bagi kesejahteraan bangsa ini di masa depan. Namun knowledge itu lebih merupakan bagian dari suatu syarat perlu (necessary condition) namun belum cukup. Masih diperlukan syarat cukup (sufficient condition) agar bangsa ini dapat benar-benar keluar dari krisis besar yang sedang melandanya. Knowledge tidak saja menjadi sia-sia bahkan menjadi sangat berbahaya jika berada ditangan orang yang tidak mempunyai akhlak yang baik. Jika akhlakul karimah merupakan outcomes yang diharapkan maka metodologinya tidak ada yang lain kecuali yang ditawarkan oleh pemilik uswah hasanah dari akhlakul karimah yaitu Rosullullah SAW. Ahlakul karimah tidak dapat diajarkan karena ia hanya dapat diteladankan dan Rosullullah SAW merupakan teladan bagi semuanya.
Masjid kampus harus mampu menunjukkan dan mengembangkan implementasi keteladanan Rosulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari diera masyarakat berbasis pengetahuan. Kesantunan tidak lagi dibatasi hanya pada hubungan tatap muka namun juga semestinya tercermin di dunia maya. Berlaku curang yang diancam neraka tidak hanya diarahkan mereka yang menipu melalui timbangan namun juga bagi mereka yang mengambil hak intelektual orang lain tanpa izin. Kepekaan seperti ini hanya dapat dibentuk melalui kedalaman dan kecanggihan pandangan dunia berbasis ketaatan dan ketundukan pada Allah SWT; kedalaman dan kecanggihan dalam arti kemampuan melihat bahwa semua aspek hidup dan kehiduapan itu dapat mempunyai nilai ibadah.
Mengawali itu semua, mesjid kampus diharapkan juga mengembangkan program-program yang berhasil membentuk pribadi yang mempunyai kemauan dan tekad untuk berani memulai dari diri sendiri sebelum mengajak orang lain. Hal ini amat penting paling tidak karena dua hal. Pertama, alumni perguruan tinggi mempunyai kemungkinan besar untuk mempunyai peranan yang menentukkan bentuk masyarakat di kelak kemudian hari. Hadirnya tatanan sosial baru yang lebih baik akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mereka mengembangkan keteladanan akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat. Lingkungan masjid kampus yang kondusif untuk tujuan tersebut perlu diciptakan sehingga pada saat yang diperlukan nilai-nilai untuk membangun tatanan sosial baru telah menjadi bagian dari karakter alumni masjid kampus. Kedua, mesjid merupakan tempat yang paling tepat untuk mengajarkan dan mencontohkan dalam menempatkan Allah SWT diatas segala-galanya yang disimbolkan dengan meninggalkan segalanya pada saat panggilan shalat.
Disamping itu, kemauan untuk melakukan perubahan menuju yang lebih baik dan pada saat yang sama juga meninggalkan kebiasaan buruk muncul dari adanya greget (gut) yang kuat, yang timbul karena kekuatan akhlak yang baik (akhlakul karimah), hanya akan terwujud jika tersedia alasan atau rasional yang bersifat fundamental, yang tiada lain adalah Tauhid, menempatkan Allah SWT diatas segalanya.
6. Membangun Masyarakat Dunia yang Damai
Dengan jelas disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa misi seorang adalah untuk tunduk secara total kepada Allah SWT adalah menjadi rahmat bagi alam semesta bagi siapa saja di alam ini. Oleh karena itu, dimengerti sepenuhnya jika Rasulullah menyatakan bahwa diantara yang terbaik diantara manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Pada dasarnya seorang muslim adalah seorang yang mencintai kedamaian, menyebarkan semangat kebersamaan atas dasar saling menghormati dan menyayangi sesamanya. Nilai-nilai ini lebih dari cukup sebagai bekal bagi seorang muslim untuk hidup dalam masyarakat yang mejemuk seperti di Indonesia ini.
Masyarakat Indonesia sangat rentan konflik yang bahkan tidak jarang menelan korban jiwa yang tidak kecil dengan latar belakang etnis, sosial, dan agama akhir-akhir ini. Apapun alasan dan latar belakangnya kenyataan ini sudah barang tentu menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Stigmatisasi dan hilangnya sikap saling mempercayai satu terhadap lainnya merupakan konsekuensi logis dari berbagai konflik yang ada. Fragmentasi ini sungguh dalam waktu yang lama merupakan ancaman serius bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia kecuali jika dilakukan usaha-usaha serius dan fundamental untuk mengatasinya. Mesjid kampus dapat dan harus mempunyai keberanian untuk melakukan usaha-usaha tersebut.
Sebagai negara muslim yang terbesar di dunia maka, apa yang terjadi di Indoneisa dapat dengan mudah diidentikkan dengan citra Islam. Pada saat seluruh mata dunia sedang diarahkan ke Islam, maka bagaimanapun sulitnya umat Islam Indoneisa harus mampu memberikan kesejukan dan rasa aman kepada siapapun. Dari sisi fundamental ajaran Islam sendiri sebenarnya hal ini sudah jelas dan tidak ada masalah namun dalam praktek, dengan melihat pada berbagai kasus, implementasinya harus diakui tidak mudah. Mesjid kampus harus mampu melahirkan generasi muslim terdidik yang akan berani menjadi bukti nyata bahwa Islam dapat benar-benar merupakan rahmat bagi siapapun.
Generasi ini mempunyai potensi untuk menjadi duta-duta Islam di seluruh permukaan bumi, khususnya di Eropa dan Amerika Utara, sekaligus juga dalam rangka menimba ilmu. Tugas ganda ini dapat berimplikasi sangat luas untuk mengubah stigmatisasi dan stereotipikal muslim yang kuat dibentuk di dua wilayah itu. Kebutuhan mereka akan tenaga-tenaga terdidik untuk menjaga dominasi berbasis pengetahuan terpenuhi oleh kehadiran kader-kader mesjid kampus yang juga haus akan pengetahuan sekaligus memenuhi panggilan suci untuk memberi gambaran bahwa Islam adalah pembawa rahmat. Jika ini dapat berjalan dalam dua sampai lima generasi saja maka dapat dipastikan dunia akan berubah, Insya Allah, menjadi lebih damai dan saling menghormati walaupun masing-masing mempunyai sesuatu yang secara fundamental memang berbeda. Perbedaan itu tidak perlu dihilangkan karena memang sudah menjadi sunnah-Nya untuk menciptakan berbagai perbedaan itu.
7. Kesimpulan
Mesjid Kampus mempunyai peran dan tanggung jawab, bersama elemen-elemen umat Islam Indonesia lainnya, untuk membangun Indonesia hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Penguasaan pengetahuan menjadi kunci atau syarat perlu dan akhlakul karimah merupakan syarat cukup untuk itu. Dengan melihat kenyataan yang ada usaha ke arah itu memerlukan perubahan pandangan dunia ummat yang terbelenggu dalam tradisi yang tidak sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman. Pandangan dunia lama ini diyakini mempengaruhi karakter ummat seperti lemahnya etos kerja, rendahnya keinginan untuk berprestasi, dan sebagainya. Pandangan dunia yang mendua pulalah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pranata sosial yang diindikasikan dengan rendahnya akhlak bangsa, misalnya terwujud dalam bentuk meluasnya korupsi dan kolusi, rendahnay kemampuan publik untuk membedakan antara yang benar dan yang salah.
Mesjid kampus dengan sejumlah ciri khususnya mempunyai tanggung jawab besar untuk membangun pandangan dunia dalam bentuk memberi arti dan makna yang lebih kaya terhadap uswah hasanah yang diberikan oleh Rosulullah SAW sehingga dapat dijadikan bekal oleh civitas akademiknya dalam mengemban peran di masyarakat. Termasuk dalam keteladanan ini adalah bahwa Islam, sesuai dengan namanya, memberikan tidak saja rasa aman dan damai kepada, namun lebih luas lagi menjadi rahmat untuk, siapa saja. Keberhasilan dalam meredam berbagai konflik yang kemudian seringkali diberi muatan agama di samping dapat memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia juga akan meredam stigmatisasi negatif terhadap umat Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagia usaha nyata melalui keteladanan mewujudkan rasa aman kepada siapa saja di Indonesia.
Masjid kampus juga mempunyai potensi untuk turut serta memberi warna perkembangan dunia karena para kadernya mempunyai potensi untuk menuntut ilmu di Eropa dan Amerika Utara. Pemahaman yang mendalam dari para kader mengenai misi untuk menjadi rahmat bagi alam semesta akan merupakan bekal utama menjadi duta-duta yang diharapkan dapat memupus stigmatisasi dan stereotipikal muslim di negara-negara tersebut. Sentuhan mesjid kampus dengan nilai-nilai inti ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT diharapkan mampu membentuk para kader yang tangguh, cerdas, santun dan lemah lembut kepada siapapun karena hnaya kepada Allah SWT sajalah mereka mengharapkan sesuatu.
Allah SWT jualah Yang Maha Tahu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar